Jumat, 25 November 2022

perumusan pancasila

 Kata orang PANCASILA adalah ide Bung Karno, benarkah demikian? Bung Karno sendiri, dengan rendah hati, mengakui bahwa ia bukanlah pencipta Pancasila, melainkan sekadar penggalinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (nilai takwa dan toleransi, nilai kemanusiaan dan keadaban, nilai persatuan dan bela negara, nilai demokrasi dan musyawarah, nilai keadilan sosial dan gotong royong) semuanya bersumber dari kekayaan budaya lokal bangsa Indonesia, warisan turun-temurun nenek moyang bangsa kita, dari Aceh sampai Papua, dari Sabang sampai Merauke. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tertera pada lambang negara Indonesia bahkan sudah dihidupi sejak zaman kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 di bawah kekuasaan Maharaja Sri Rajasanagara, atau yang lebih dikenal Hayam Wuruk. Frasa yang merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno (puisi Jawa Kuno) yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular ini menekankan pentingnya kesatuan dalam perbedaan. Pada zamannya, kakawin ini sangat istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Dalam konteks kekinian ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan adalah alasan kuat kita untuk membangun persatuan dan kesatuan.

Proses lahirnya Pancasila

Pancasila tidak lahir begitu saja tanpa proses. Sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang setidaknya meliputi tiga fase:

  1. Fase ‘pembuahan’à Fase ‘pembuahan’ setidaknya dimulai sekitar dekade 1900-an awal dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antarideologi dan gerakan seiring dengan proses ‘penemuan’ Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism), yang dikukuhkan antara lain melalui terbentuknya organisasi kepemudaan yang berwawasan kebangsaan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
  2. Fase ‘perumusan’. Fase ‘perumusan’ yang ditandai banyak diskusi bahkan debat ini dimulai pada masa persidangan pertama BPUPK dengan Pidato Soekarno (1 Juni 1945) sebagai mahkotanya yang memunculkan istilah Pancasila; yang digodok melalui pembentukan ‘Panitia Sembilan’ yang kemudian menyempurnakan rumusan Pancasila versi Soekarno dalam versi Piagam Jakarta (yang mengandung ‘tujuh kata’).
  3. Fase ‘pengesahan’. Fase ‘pengesahan’ dimulai sejak 18 Agustus 1945 bersamaan dengan penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara (konstitusi tertulis). Pada fase ini “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta (The Jakarta Charter, 22 Juni 1945), yang sempat menimbulkan keresahan dan isu ancaman sebagian daerah Indonesia Timur untuk menarik diri dari NKRI pada akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945. Hal itu terjadi atas informasi Bung Hatta dan segera direspon dengan penghapusan “tujuh kata” pada hari yang sama (tanggal 18 Agustus 1945) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yaitu badan yang ditugaskan untuk mengesahkan UUD 1945.

Kesimpulan

Setiap fase konseptualisasi Pancasila melibatkan partisipasi berbagai kelompok, unsur dan golongan. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam karya bersama itu ada individu-individu yang memainkan peranan penting. Dalam hal ini, selain Soepomo dan M. Yamin maka individu dengan peranan yang paling menonjol ialah Ir. Soekarno. Dalam lintasan panjang proses konseptualisasi Pancasila itu, dapat dikatakan bahwa 1 Juni merupakan hari kelahiran Pancasila. Pada hari itulah, rumusan lima prinsip dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa mulai menemukan bentuk awalnya dan istilah Pancasila pun mulai disebut sebagai namanya. Setelah itu, nama dan lima sila Pancasila tersebut tidak mengalami penambahan atau pengurangan, kecuali dilakukan penyempurnaan atas tata urut dan bobot substantif redaksionalnya. Meski demikian, untuk dapat diterima sebagai dasar negara, rumusan Pancasila 1 Juni itu perlu dikonsolidasi dengan mendapatkan persetujuan kolektif melalui perumusan Piagam Jakarta (22 Juni) dan akhirnya mengalami perumusan final lewat proses pengesahan konstitusional pada 18 Agustus. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara yang secara konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah rumusan Pancasila versi 1 Juni atau 22 Juni, melainkan versi 18 Agustus 1945. Versi yang terakhir ini telah diterima sebagai kesepakatan bersama yang dijiwai semangat toleransi, persatuan dan kesatuan. Mari kita jaga dan pertahankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kecap rajekan trilingga

  Kecap Rajekan Trilingga nyaeta  kecap rajekan anu dirajek atawa disebut tilu kali wangun dasarna . Conto kecap rajekan trilingga nyaeta sa...